Senin, 07 November 2011

Ironisnya Tawaran Kita



Menawar identik dengan wanita, karena kaum wanitalah yang paling bersemangat bila ada acara tawar menawar. Tak terkecuali aku yang juga bagian dari kaum wanita.
Tak peduli kasta, harta, pangkat, gelar yang dimiliki oleh seorang wanita, ia tak luput dari aktifitas tawar menawar.

Tanya kenapa ?! itu kata iklan di tivi.
Ya, kaum wanita yang mendominasi kehidupan domestic dirumahnya, akan selalu bersinggungan dengan agenda perbelanjaan yang harus dipenuhi oleh semua aspek dalam rumah tangganya, wanita juga mendominasi mayoritas usaha kecil-menengah yang juga melibatkan jual beli atau pengadaan barang, yang semuanya itu pasti akan dilalui dengan proses negosiasi, loby-loby, atau kerennya "tawar menawar" antara wanita sebagai pembeli (konsumen) dan wanita sebagai penjual (produsen), dan pasti juga, kedua elemen ini mempunyai kepentingan masing-masing, dimana sang wanita penjual ingin untung yang besar dengan meninggikan tawarannya, sedangkan wanita pembeli ingin murah dengan merendahkan penawarannya. Ya, sebuah kepentingan yang sangat bertolak belakang dilakukan pada waktu yang bersamaan. Sebuah fenomena yang sangat menakjubkan.
Belanja barang ke mall-mall, minimal ke toko—toko dengan harga pas. Alasannya lebih nyaman, dan kita berhak mendapatkan itu karena kantong kita yang masih tebal.
Menawarkah kita ketika bertransaksi di tempat-tempat tadi ? cerewetkah kita dengan barang-barng yang ada di tempat-tempat itu ? Pasti tidak! Karena alasan gengsi, tidak pantas ditempat yang "terhormat" kita ribut.
MasyaALLOH…..begitu tidak adilnya kita selama ini. Pada saudara kita, penjual ditempat yang tidak menguntungkan mereka, kita begitu cerewetnya, begitu pelitnya, begitu kerasnya, begitu sulitnya untuk berbagi, minimal kita berempatilah dengan kerja keras mereka. Tapi dengan saudara kita, penjual di tempat nyaman, kita mudah untuk berbagi, tidak cerewet, royal untuk mengeluarkan uang-uang kita. Padahal, siapa sih yang lebih membutuhkan perputaran uang-uang kita itu ? penjual kecil atau penjual besar ? belum lagii kalau kita minta "imbuh" kata orang jawa, kita dengan harga yang super sangat murah masih sering minta imbuh barang. Coba dinget-inget lagi, lebih sering minta imbuh ke tukang bakso grobak atau minta imbuh ke pelayan-pelayan fastfood ? kata-kata "tambahi sayurnya, tambahi baksonya, tambahi udangnya, lebih sering kita utarakan kepada tukang bakso /siomay daripada permintaan tambahi ayam gorengnya, tambahi sayur dalam burgernya, tambahi keju dalam pizzanya. Sungguh, betapa seringnya kita berlaku tidak adil dan kurang bijaksana kepada saudara-saudara kita kita yang lebih membutuhkan bantuan atau empati kita, padahal kita mengaku diri sebagai orang-rang atau wanita-wanita cerdas terdidik dan memiliki kepekaaan lingkungan yang tinggi. keuntungan dari pedagang-pedagang kecil tadi ? dibandingkan dengan usaha mereka untuk menjual dagangannya yang harus berpanas-panas, berdebu-debu, berhujan-hujan, berbau-bau, bersesak-sesak, berpisah—pisah dengan keluarga yang dicintainya, demi dagangannya laku dengan keuntungan yang tidak seberapa.

Coba kita ingat, apa yang kita lakukan bila tanggal muda ? Kenapa saya katakan sangat menakjubkan ? karena, bila proses tawar menawar itu dilakukan dengan proses yang sempurna, yaitu akadnya jelas, ikhlas dalam pelaksanaanna, tidak ada ketidakridhoaan sedikitpun yang melekat pada hati keduanya. Subhanalloh, sungguh merupakan tarbiyah hati yang mudah didapat. Tapi ironinya, sekarang ini banyak kita jumpai para wanita yang menurut saya terlalu bersemangat dalam menawar, dimana dalam proses tawar menawar itu sudah tidak diperhatikan lagi akadnya, ridho tidaknya sang penjual karena sang pembeli lebih sering memaksakan kehendaknya mendapatkan barang dengan harga yang super sangat murah. Innalillah. Dan ternyata, hal ini justru terjadi di pasar-pasar rakyat atau pasar-pasar tradisional. Yang mayoritas penjualnya adalah para pengusaha kecil-menengah, dan pembelinya dengan bergaya menawar dengan harga yang mendekati titik nadir termurah. Sering kalil saya miris melihat fenomena itu, tak luput juga ibu-ibu kita, tante-tante kita dan keluarga-keluarga kita yang wanita juga termasuk pembeli-pembeli yang mempunyai "hobi" menawar super murah. Kalau dipikir-pikir, berapa keuntungan yang mereka peroleh ?

Besok, tataplah tukang sayur langganan ita, tukang bakso langganan anak-anak dan suami kita, tukang bubur langganan orang tua kita, lalu minta maaflah atas kedzoliman yang tidak sengaja seringkali kita lakukan pada mereka. Lalu…..jangan lagi ambil haknya, karena itu sama saja mengambi hak anak istrinya, dan bantulah mereka dengan menawar yang "sewajarnya" (kalau tidak bisa dikatakan tanpa menawar sama sekali). Yakinlah, ALLOH akan mempermudah kita dalam mengatasi kesulitan hidup saat kitapun memberi kemudahan pada mereka.
Wallohua`lam bishshowab